Kamis, 22 Oktober 2015

suppositoria

SUPPOSITORIA

suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang diberikan melalui rectal, vagina atau uretra. Umumnya meleleh, melunak atau melarut pada suhu tubuh. Suppositoria dapat bertindak sebagai pelindung jaringan setempat, sebagai pembawa zat terapetik yang bersifat local atau sistematik. Bahan dasar suppositoria yang umum digunakan adalah lemak coklat, gelatin tergliserinasi, minyak nabati terhidrogenasi, campuran polietilen glikol berbagai bobot molekul dan ester asam lemak polietilen glikol (Anonim, 1995).
Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Bahan dasar yang sering digunakan adalah lemak coklat (Oleum cacao), polietilenglikol atau lemak tengkawang (Oleum Shoreae) atau Gelatin. Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa dan 2 g untuk anak. Suppositoria supaya disipan dalam wadah tertutup baik dan di tempat yang sejuk. Keuntungan bentuk torpedo adalah bila bagian yang besar masuk melalui otot penutup dubur, maka suppositoria akan tertarik masuk dengan sendiri.
 
Keuntungan penggunaan suppositoria dibanding penggunaan obat per oral atau melalui saloran pencernaan adalah :
1. Dapat menghindari terjadinya iritasi obat pada lambung.
2. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
3. Obat dapat masuk langsung dalam saluradarah dan berakibat obat dapat memberi efek lebih cepat daripada penggunaan obat per oral
4. Baik, bagi pasien yang mudah muntah atau tidak sadar (Anief, 2004)
 
Tujuan penggunaan suppositoria yaitu :
1. Untuk tujuan lokal, seperti pada pengobatan wasir atau hemoroid dan penyakit infeksi lainnya. Suppositoria juga dapat digunakan untuk tujuan sistemik karena dapat diserap oleh membrane mukosa dalam rectum. Hal ini dilakukan terutama bila penggunaan obat per oral tidak memungkinkan seperti pada pasien yang mudah muntah atau pingsan.
2. Untuk memperoleh kerja awal yang lebih cepat. Kerja awal akan lebih cepat karena obat diserap oleh mukosa rektal dan langsung masuk ke dalam sirkulasi pembuluh darah.
3. Untuk menghindari perusakan obat oleh enzim di dalam saluran gastrointestinal dan perubahan obat secara biokimia di dalam hati (Syamsuni, 2005).
Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
Bahan dasar yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan yang ada dalam rectum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar apabila perlu, dipanaskan. Bila obatnya sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh atau mencair, dituangkan dalam cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi dan dilapisi nikel atau logam lain, ada juga dubuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudinal untuk mengeluarkan suppositoria. Untuk mencetak basila dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas (Anief, 2004).
Isi berat dari suppositoria dapat ditentukan dengan membuat percobaan sebagai berikut:
1. Menimbang obat untuk sebuah suppositoria
2. Mencampur obat tersebut dengan sedikit bahan dasar yang telah dilelehkan
3. Memasukakn campuran tersebut ke dalam cetakan
4. Menambah bahan dasar yang telah dilelehkan sampai penuh
5. Mendinginkan cetakan yang berisi campuran tersebut. Setelah dingin suppositoria dikeluarkan dari cetakan dan ditimbang
6. Berat suppositoria dikurangi berat obatnya merupakan berat bahan dasar yang harus ditimbang
7. Berat jenis obat dapat dihitung dan dibuat seragam (Anief, 2004).
Untuk menghindari massa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk menghindarimassa yang melekat pada cetakan maka cetakan sebelumnya dibasahi dengan parafin, minyak lemak, spritus Saponatus (Soft soap liniment). Yang terakhir jangan digunakan untuk suppositoria yang mengandung garam logam, karena akan bereaksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti dapat digunakan larutan Oleum Ricini dalam etanol. Untuk suppositoria dengan bahan dasar PEG dan Tween tidak perlu bahan pelican karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakan karena mengkerut (Anief, 2004).
Faktor yang mempegaruhi absorpsi obat per rektal yaitu :
1. Faktor fisiologis, antara lain pelepasan obat dari basis atau bahan dasar, difusi obat melalui mukosa, deteoksifikasi atau metabolisme, distribusi di cairan jaringan, dan terjadinya ikatan protein di dalam darah atau cairan jaringan.
2. Faktor fisika kimia obat dan basis antara lain kelarutan obat, kadar obat dalam basis, ukuran partikel, dan basis suppositoria (Syamsuni, 2005).
Basis berlemak merupakan basis yang paling banyak dipakai, karena pada dasarnya oleum cacao termasuk kelompok ini, utama dan kelompok ketiga merupakan golongan basis-basis lainnya. Diantara bahan-bahan berminyak atau berlemak lainnya yang biasa digunakan sebagai basis suppositoria : macam-macam asam lemak yang dihidrogenasasi dari minyak nabati seperti minyak palem dan minyak biji kapas. Juga kumpulan basis berlemak yang mengandung gabungan gliserin dengan asam lemak dengan berat molekul tinggi, seperti asam palmitat dan asam stearat, mungkin ditemukan dalam basis suppositoria berlemak.
 
Kelemahan:
  • Tidak nyaman digunakan
  • Absorbsi obat sering kali tak teratur atau sulit diramalkan
Pembuatan suppositoria
Pembuatan suppositoria secara umum dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Bahan dasar yang digunakan supaya meleleh pada suhu tubuh atau larut dalam cairan yang ada dalam rectum. Obatnya supaya larut dalam bahan dasar apabila perlu dipnaskan. Bila obatny sukar larut dalam bahan dasar maka harus diserbuk halus. Setelah campuran obat dan bahan dasar meleleh dan mencair, dituangkan dalam cetakan suppositoria dan didinginkan. Cetakan tersebut dibuat dari besi dan dilapisi nikel atau dari logam lain, ada juga yang dibuat dari plastik. Cetakan ini mudah dibuka secara longitudional untuk mengeluarkan supositoria. Untuk mencetak basila dapat digunakan tube gelas atau gulungan kertas.
Isi berat suppositoria dapat ditentukan dengan percobaan seperti berikut:
  1. menimbang obat untuk sebuah suppositoria
  2. mencampur obat tersebut dengan sedikit bahan dasar yang telah dilelehkan.
  3. memasukkan campuran tersebut dalam cetakan.
  4. menambah bahan dasar yang telah dilelehkan sampai jenuh.
  5. mendinginkan cetakan yang bersi campuran tersebut, setelah dingin suppositoria dikeluarkan dari cetakan dan ditimbang.
  6. berat suppositoria dikurangi berat obatnya marupakan berat bahan dasr yang harus ditambahkan.
  7. berat jenis obat dapat dihitung dan dibuat seragam.
Untuk menghindari masa yang hilang maka selalu dibuat berlebih dan untuk menghindari masa yang melekat pada cetakan maka cetaan sebelumnya dibasahi dengan parafin, minyak lemak, spritus saponatus (soft soap liniment). Yang terakhir jangn digunakan untuk suppositoria yang mengandunggaram logam, karena akan beraksi dengan sabunnya dan sebagai pengganti dapat digunakan larutanoleum ricini dalam etanol.
Untuk suppositoria dengan bahan dasar PEG dan tween tidak perlu bahan pelicin karena pada pendinginan mudah lepas dari cetakan karena mengkerut.
Suppositoria dengan bahan dasar lemak coklat
Lemak coklat merupalkan trigliserida, berwarna kekuningan, bau yang khas. Jika dipanasi sekitar 30º mulai mencair dan biasanya meleleh sekitar 34º- 35º C, tetapi pada suhu dibawah 30º merupakan masa semi padat, mengandung banyak kristal dari trigleserida padat dan merupakan bagian nyata dari cairan. Dan yang cair diikat dengan tenaga tegangan muka. Sering dilupakan dalam melelehkan lemak coklat terdapat kondisi pemanasan, karena akan memperoleh hasil yang kurang menyenangkandengan adanya modifikasi sifat fisika yang karakteristik dari asam coklat. Jika pemanasannya tinggi, lemak coklat akan mencair sempurna seperti minyak dan kehilangan semua inti krital yang stabil yang berguna untuk memadat. Bila didinginkan dibawah 15ºakan mengkristal dalam bentuk kristal metastabil
Untuk meninggikan titik lebur lemak coklat digunakan tambahan cera atau cetaceum. Penambahan cera flava dapar menaikkan daya serap lemak coklat terhadap air.
Pada pengisiaan masa supositoria ke dalam cetakan, kemak coklat cepat membeku dan pada pendinginan terjadi susut volume hingga terjadi lubang di atas masa, maka pada pengisian cetakan harus diisi lebih, baru setelah dingin kelebihannya dipotong.
Penanganan secara khusus
  1. balsam digerus dulu dengan sebagian lemak coklat sampai menjadi pasta dan selanjutnya sisa zat sigerus dan dicampurkan.
  2. ekstrak kering, opium concentratumdan pantopon digerus dulu dalam mortir yang dialasi sulu dengan saccharus lactis agar tidak lengket pada mortir. Setelah itu campuran serbuk yang halus digerus dengan sedikit lemak coklat.
  3. ichtammolum dalam supositoria dikerjakan seperti pada balsamum sebagian lemak coklat diganti dengan cera flava 5% agar supositoria tidak meenjadi lembek.
Suppositoria dengan bahan dasar PEG
PEG adalah polyaethylenglikolum merupakan polimerisasi etilenglikol dengan berat molekul antara 300 sampai 6000
PEG dibawah 1000 adalah cair sedangkan diatas 1000 adalah padat lunak seperti malam. Kentungan dari bahan dasar mudah larut dalam cairan alam rektum, dan tidak ada modifikasi titik lebur yang bererti tidak mudah meleleh pada penyimpanan suhu kamar.
Pembuatan supositoria dengan PEG dilakukan dengan melelehkan bahan dasar lalu dituangkan dalam cetakan seperti pada pembuatan supositoria dengan bahan dasar lemak coklat.
Percobaan hassler dan sperandio dengan bermacam macam garam barbital yang larut dalam air menunjukkan dengan bahab dasar lemak coklat, aksi kerja awal lebih cepat, sedangkan dwngan bahan dasar PEG menunjukan aksi lama kerja lebih lama. Ini disebabkan bahwa coklat adalah cepat meleleh dan obat akan terlepas dan dapat diabsorbsi sedangkan dengan PEG basis harus larut baru obatnya dapat diabsorpsi.
Supositoria dengan bahan dasar gelatin
Dalam farmakope belanda terdapat formula suppositra dengan bahan dasar gelatin, yaitu:panasi 2 bagian gelatin dengan 4 bagian air dari 5 bagian gliserin sampai diperoleh masa yang homogen. Tambahkan air panas sampai diperoleh 11 bagian. Biarkan masa cukup dingindan tuangkan dalam cetakan, hingga diperolehsupositoria dengan berat 4 g
Obat yang ditambahkan dilarutkan atau digerus dengan sedikit air atau gliserin yang disisakan dan dicampurkan pada masa yang sudah dingin. Bila obatnya sedikt dikurangkan pada berat air dan bila obatnya banyakdikurangkan berat masa bahan dasar.
 
 
 
 
 

Selasa, 06 Oktober 2015

Sediaan Transdermal

PLESTER
Banyak sediaan –utamanya pada kosmetik dan sediaan dermatologi— yang ditujukan untuk pemakaian melalui kulit karena berbagai alasan. Sediaan tersebut misalnya lotio, salep, kirim, suspense, emulsi, dll. Meskipun pada umumnya dimaksudkan untuk pengobatan penyakit kulit dan kalaupun ditujukan agar obat menembus permukaan kulit dihindari permeasi kie sirkulasi sistemik—tentu ada beberapa pengecualian— akan tetapi jika obat telah berhasil menembus epidermis, akan tetap ada kemungkinan obat tersebut menembus sirkulasi sistemik. Adanya obat yang sampai ke sirkulasi sistemik dapat dibuktikan dengan pemeriksaan kadar obat dalam darah atau dalam urin. Tetapi untungnya, biasanya kadar obat yang “tidak sengaja” menembus sirkulasi sistemik berjumlah kecil sehingga efeknya tidak dirasakan oleh pasien.
Transdermal patch atau plester transdermal atau plester kulit adalah plester adesif yang mengandung obat yang ditempatkan pada kulit untuk menghantarkan dosis pelepasan obat berdasarkan waktu melalui kulit dank e dalam aliran darah. Plester transdermal digunakan untuk menghantarkan sediaan farmasi dengan variasi luas. Pertama kali tersedia secara komersil dan disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) Amerika Serikat pada Desember 1979, yaitu scopolamine untuk mabuk kendaraan. Plester kulit yang paling dikenal saat ini adalah plester nikotin yang melepaskan nikotin untuk membantu menghentikan kebiasaan merokok. Plester kulit lain yang didaftarkan adalah estrogen untuk menopause dan mencegah osteoporosis pasca menopause, nitrogliserin untuk angina, dan lidokain untuk menghilangkan rasa sakit akibat ruam saraf (herpes zoster). Perkembangan terbaru memperluas penggunaannya untuk menghantarkan hormone, antidepresan dan bahkan pembunuh rasa sakit. Beberapa sediaan farmasi harus dikombinasikan dengan senyawa lain seperti alcohol untuk meningkatkan kemampuannya dalam berpenetrasi ke dalam kulit agar dapat digunakan dalam bentuk plester transdermal. Molekul insulin dan banyak sediaan farmasi lain yang terlalu besar untuk dihantarkan melalui kulit.


Kulit dan Absorbsi Perkutan
Proses masuknya suatu zat dari luar kulit melintasi lapisan – lapisan kulit menuju posisi di bawah kulit hingga menembus pembuluh darah disebut absorbsi perkutan. Absorbsi transdermal terjadi melalui proses difusi yang lambat yang ditentukan oleh gradient konsentrasi obat dari konsentrasi tinggi (pada sediaan yang diaplikasikan) menuju konsntrasi rendah di kulit. Obat dapat mempenetrasi kulit utuh melalui dinding folikel rambut, kelenjar minyak, atau kelenjar lemak. Dapat pula melalui celah antar sel dari epidermis dan inilah cara yang paling dominan untuk penetrasi obat melalui kulit dibandingkan penetrasi melalui folikel rambut, kelenjar minyak, maaupn kelenjar lemak. Hal ini terkait perbandingan luas permukaan di antara keempatnya.
Sebenarnya, kulit yang rusak pun (robek, iritasi, pecah –pecah, dll) dapat terpenetrasi oleh obat. Bahkan penetrasinya lebih banyak dari pada kulit normal. Hal ini karena kulit rusak telah kehilangan sebagian lapisan pelindungnya. Meski demikian, penetrasi melalui kulit yang rusak tidak dianjurkan karena absorbs obat menjadi sulit untuk diprediksi.
Di antara faktor – faktor yang mempengaruhi absorbs perkutan antara lain:
1. Sifat fisiko – kimia obat
2. Sifat pembawa
3. Kondisi kulit
4. Uap air
Penghantaran Obat secara Transdermal
Sistem penghantaran obat secara transdermal merupakan salah satu inovasi dalam sistem penghantaran obat modern untu mengatasi problema bioavailabilitas obat tersebut jika diberikan melalui jalur lain seperti oral. Obat yang diberikan secara transdermal masuk ke tubuh melalui permukaan kulit yang kontak langsung dengannya baik secara transeluler maupun secara inter seluler. Inovasi penghantaran obat ini memiliki keunggulan dibandingkan jalur panghantaran obat yang lain, di antaranya:
• Meminimalisaasi ketidakteraraturan absorbsi dibandingkan dengan jalur oral yang dipengaruhi oleh pH, makanan, kecepatan pengosongan lambung, waktu transit usus, dll
• Obat terhindar dari first passed effect,
• Terhindar dari degradasi oleh saluran gastro intestinal;
• Jika terjadi efek samping yang tidak diinginkan (missal reaksi alergi, dll) pemakaian dapat dengan mudah dihentikan
• Absorbsi obat relatif konstan dan kontinyu
• Input obat ke sirkulasi sistemik terkontrol serta dapat menghindari lonjakan obat sistemik
• Relatif mudah digunakan dan dapat didesain sebagai sediaan lepas terkontrol yang digunakan dalam waktu relatif lama (misalnya dalam bentuk transdermal patch atau semacam plester)sehingga dapat meningkatkan patient compliance.
Namun sayangnya, tidak semua obat dapat diberikan scara transdermal dengan baik. Idealnya, obat – obat yang akan diberikan secara transdermal memiliki sifat – sifat:
• Memliki bobot molekul relatif kecil (kurang dari 500 Da). Hal ini karena pada dasarnya stratum corneum pada kulit merupakan barrier yang cukup efektif untuk menghalangi molekul asing masuk ke tubuh sehingga hanya molekul – molekul yang berukuran sangat kecil sajalah yang dapat menembusnya
• Memiliki koefisien partisi sedang (larut baik dalam lipid maupun air)
• Memiliki titik lebur yang relatif rendah. Hal ini karena untuk dapat berpenetrasi ke dalam kulit, obat harus dalam bentuk cair, serta
• Memiliki effective dose yang relatif rendah.
Mengingat syarat keidealan tersebut, maka sistem penghantaran transdermal ini memiliki keterbatasan:
• Range obat terbatas (terutama terkait ukuran molekulnya);
• Dosisnya harus kecil;
• Kemungkinan terjadinya iritasi dan sensitivitas kulit;
• Tidak semua bagian tubuh dapat menjadi tempat aplikasi obat – obat transdermal. Misalnya telapak kaki, dll;
• Harus diwaspadai pre-systemic metabolism mengingat kulit juga memiliki banyak enzim pemetabolisme.
Sediaan Transdermal
Sediaan transdermal yang biasa dijumpai di pasaran saat ini adalah transdermal therapeutic system (TTS) yang biasa disebut sebagai plester. Secara sederhana, plester terdiri atas komponen – komponen berikut (dimulai dari lapisan paling luar):
1. Impermeable backing atau lapisan penyangga, biasanya terbuat dari lapisan polyester, ethylene vinyl alcohol (EVA), atau lapisan polyurethane. Lapisan ini berguna untuk melindungi obat dari air dan sebagainya yang dapat merusak obat. Lapisan ini harus lebih luas dari pada lapisan di bawahnya untuk
2. Drug Reservoir atau lapisan yang mengandung obat (zat aktif) beserta dengan perlengkapannya seperti material pengatur kecepatan pelepasan obat, dsb. Obat terdispersi dengan baik dalam eksipien cair yang inert dalam lapisan ini.
3. Lapisan perekat atau semacam lem untuk menempelkan impermeable back beserta drug reservoir pada kulit.; serta
4. Lapisan pelindung yang akan dibuang ketika plester digunakan. Lapisan ini berguna untuk mencegah melekatnya lapisan perekat pada kemasan sebelum digunakan.
Terkadang, ada pula lapisan tambahan yaitu rate-controlling membrane yang terbuat dari polypropylene berpori mikro dan yang berfungsi sebagai membrane pengatur jumlah dan kecepatan pelepasan obat dari sediaan menuju permukaan kulit.
Dewasa ini, terdapat dua tipe plester yaitu plester dengan sistem reservoir dan plester dengan sistem matriks (drug in adhesive system). Inti perbedaan di antara keduanya adalah pada sistem reservoir laju pelepasan obat dari sediaan dan laju permeasi kulit ditentukan oleh kemampuan kulit mengabsorbsi obat sedangkan pada sistem matriks laju pelepasan obat dari sediaan diatur oleh matriks.
Contoh obat yang diberikan secara transdermal adalah nitrogliserin (digunakan untuk pengobatan angina). Pada umumnya patch nitrogliserin transdermal ditempelkan di dada atau punggung. Yang harus diperhatikan adalah patch ini harus ditempatkan pada kulit yang bersih, kering, dan sedikit ditumbuhi rambut agar patch dapat menempel dengan baik.

Sediaan Aerosol

AEROSOL

PENGERTIAN AEROSOL
1 Pengertian secara umum
Aerosol merupakan istilah yang digunakan untuk sediaan semprotan kabut tipis dari sistem bertekanan tinggi. Sering disalah artikan pada semua jenis sediaan bertekanan, sebagian diantaranya melepaskan busa atau cairan setengah padat.
2 Menurut FI III
Aerosol adalah sediaan yang mengandung satu atau lebih zat berkhasiat dalam wadah yang diberi tekanan, berisi propelan atau campuran propelan yang cukup untuk memancarkan isinya hingga habis, dapat digunakan untuk obat luar atau obat dalam dengan menggunakan propelan yang cukup.
3 Menurut FI IV
Aerosol farmasetik adalah sediaan yang dikemas dibawah tekanan, mengandung zat aktif terapeutik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini digunakan untuk pemakaiaan topical pada kulit dan juga pemakaiaan local pada hidung ( aerosol nasal ), mulut ( aerosol lingual ) atau paru-paru ( aerosol inhalasi ) ukuran partikel untuk aerosol inhalasi harus lebih kecil dari 10 mm, sering disebut juga “ inhaler dosis turukur “. Aerosol Busa adalah emulsi yang  mengandung satu atau lebih zat aktif, surfaktan, cairan mengandung air atau tidak, dan propelan.
Dalam literatur lain, aerosol adalah suatu sistem koloid lipofob (hidrofil), dimana fase eksternalnya berupa gas atau campuran gas dan fase internalnya berupa partikel zat cair yang terbagi sangat halus atau partikel-partikelnya tidak padat, ukuran partikel tersebut  lebih  kecil dari 50 mm. jika partikel internal terdiri dari partikel zat cair, system koloid itu berupa awan atau embun. Jika partikel internal terdiri ndari partikel zat padat, system koloid itu berupa asap atau debu.


KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN PEMAKAIAN AEROSOL
1 Keuntungan pemakaian aerosol
            Beberapa keistimewaan aerosol farmasi yang dianggap menguntungkan lebih dari bentuk sediaan lain adalah sebagai berikut :
a.  Sebagian obat dapat dengan mudah diambil dari wadah tanpa sisanya menjadi tercemar atau terpapar.
b.  Berdasarkan pada wadah aerosol yang kedap udara, maka zat obat terlindung dari pengaruh yang tidak diinginkan akibat O2 dan kelembapan udara.
c.  Pengobatan topikal dapat diberikan secara merata, melapisi kulit tanpa menyentuh daerah yang diobati.
d.  Dengan formula yang tepat dan pengontrolan katup, bentuk fisik dan ukuran partikel produk yang dipancarkan dapat diatur yang mungkin mempunyai andil dalam efektivitas obat; contohnya, kabut halus yang terkendali dari aerosol inhalasi.
e.  Penggunaan aerosol merupakan proses yang “bersih,” sedikit tidak memerlukan “pencucian” oleh pemakainya.
f. Mudah digunakan dan sedikit kontak dengan tangan
g. Bahaya kontaminasi tidak ada karena wadah kedap udara
h. Iritasi yang disebabkan oleh pemakaian topikal dapat dikurangi
I .Takaran yang dikehendaki dapat diatur
j. Bentuk semprotan dapat diatur
2 Kerugian pemakaian aerosol
            Kerugian bentuk sediaan aerosol dalam bentuk MDI (Metered Dose Inhalers) :
a. MDI biasanya mengandung bahan obat terdispersi dan masalah yang sering timbul berkaitan dengan stabilitas fisiknya;
b. Seringnya obat menjadi kurang efektif;
c. Efikasi klinik biasanya tergantung pada kemampuan pasien menggunakan MDI dengan baik dan benar.

JENIS ATAU SYSTEM AEROSOL
1 System 2 fase (gas dan cair)
A. Terdiri atas larutan zat aktif dalam propelan cair dan propelan bentuk uap ,
B. sebagai Pelarut digunakan  etanol, propilenglikol, PEG untuk menambah kelarutan zat aktif.
C. Fase gas dan fase cair atau fase gas dan fase padat untuk aerosol yang berbentuk serbuk
D.  fase cair dapat terdiri dari komponen zat aktif / campuran zat aktif dan propelan cair / komponen propelan yang dilarutkan di dalamnya. Yang termasuk system ini antara lain yaitu :
            a. aerosol ruang ( space sprays) : insektisida, deodorant
            b. aerosol pelapis permukaan ( surface coating sprays ) : cat, hair sprays
aerosol system dua fase ini beroperasi pada tekanan 30 – 40 p.s.i.g ( pounds per square in gauge ) pada suhu 21ºC.
2 System 3 fase (gas, cair, padat atau cair)
            Terdiri dari suspense atau emulsi zat aktif, propelan cair dan uap propelan. Suspense terdiri dari zat aktif yang dapat di dispersikan dalam system propelan dengan zat tambahan yang sesuai seperti zat pembasah atau bahan pembawa padat seperti talk dan silica koloida.
            Aerosol system 3 fase ini beroperasi pada tekanan 15 p.s.i.g ( pounds per square in gauge) pada suhu 21ºC.


KOMPONEN AEROSOL
1  Wadah
Berbagai bahan yang telah digunakan dalam pembuatan wadah aerosol, termasuk (1) gelas, dilapisi atau tidak dilapisi plastik; (2) logam, termasuk kaleng yang disepuh dengan baja, aluminium dan baja tidak berkarat (stainless steel); dan (3) plastik. Pemilihan wadah untuk produk aerosol berdasarkan pada kemampuan penyesuaiannya terhadap cara pembuatan, ketercampurannya dengan komponen formula, kemampuannya untuk menahan tekanan yang diharapkan produk, kepentingannya dalam model dan daya tarik estetik pada bagian pembuatan pembiayaan.
Ini bukan untuk kerapukan dan bahaya pecahnya, wadah gelas lebih dipilih untuk sebagian besar aerosol. Gelas mencegah lebih banyak persoalan yang disebabkan oleh ketidak campuran secara kimia dengan formulasi dari pada yang terjadi dengan wadah logam dan bukan menjadi sasaran karat. Gelas juga lebih dapat disesuaikan dengan kreativitas model. Segi negatifnya, wadah gelas harus direncanakan tepat untuk menghasilkan tekanan maksimum yang aman dari daya tahan tekan yang kuat. Lapisan plastik umum dipakai di permukaan luar wadah gelas untuk membuatnya lebih tahan terhadap kepecahan yang tidak disengaja, dan bila pecah, lapisan plastik mencegah penyebaran pecahan-pecahan gelas. Bila tekanan total sistem aerosol di bawah 25 p.s.i.g dan tidak lebih dari 50% propelan digunakan, wadah gelas diperhitungkan cukup aman. Bila diperlukan, lapisan dalam wadah gelas dapat dilapisi, untuk membuatnya lebih tahan terhadap zat-zat kimia dari bahan-bahan formulasi.
Pada saat sekarang, wadah kaleng yang disepuh dengan baja yang paling banyak digunakan dari wadah logam untuk aerosol. Karena bahan awal yang digunakan dalam bentuk lapisan-lapisan, tabung aerosol yang lengkap dilipat dan dipatri untuk mendapatkan unit yang tertutup. Bila dikehendai, lapisan penjaga khusus digunakan dalam wadah untuk mencegah berkarat dan interaksi antara wadah dan formula. Wadah harus dicoba hati-hati sebelum diisi. Untuk menjamin bahwa tidak ada kebocoran pada lipatan atau pada lapisan penjaga, yang akan membuat wadah lemah atau menjadi sasaran karat.
Wadah aluminium terbanyak dibuat dengan penjuluran atau dengan cara lain yang membuatnya tanpa lipatan. Wadah ini mempunyai keuntungan melebihi jenis wadah yang dilipat dalam hal keamanannya terhadap kebocoran, ketidakcampuran, dan karat. Baja tidak berkarat, digunakan untuk mendapatkan wadah aerosol volume kecil tertentu dimana dibutuhkan daya tahan yang besar terhadap zat-zat kimia. Keterbatasan pemakaian baja tidak berkarat ini adalah biayanya yang tinggi.
Wadah plastik tidak selalu berhasil baik sebagai pengemas aerosol karena sifatnya yang tidak ditembus oleh uap dalam wadah. Juga, interaksi tertentu obat plastik telah terjadi yang mempengaruhi penglepasan obat dari wadah dan menurunkan efektivitas produk.
2  Propelan
Propelan berfungsi memberikan tekanan yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bahan dari wadah dan dalam kombinasi dengan komponen lain mengubah bahan ke bentuk fisik yang diinginkan. Sebagai propelan digunakan gas yang dicairkan atau gas yang dimampatkan misalnya hidrokarbon, khususnya turunan fluoroklorometana, etana, butana dan pentana (gas yang dicairkan), CO2, N2, dan Nitrosa (gas yang dimampatkan).Sistem propelan yang baik harus mempunyai tekanan uap yang tepat sesuai dengan komponen aerosol lainnya.
IV.3  Konsentrat mengandung zat aktif
Konsentrat zat aktif menggunakan pelarut pembantu untuk memperbaiki kelarutan zat aktif/zat berkhasiat atau formulasi dalam propelan, misalnya etanol, propilenglikol, PEG.
4 Katup
Fungsi katup terpasang adalah untuk memungkinkan penglepasan isi wadah dari tabung dalam bentuk yang diinginkan dengan kecepatan yang diinginkan dan dengan adanya katup yang berukuran, dalam jumlah/dosis yang tepat. Bahan yang digunakan dalam pembuatan katup harus disetujui oleh FDA. Di antara bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan berbagai katup ialah plastik, karet, aluminium, dan baja tidak berkarat.
Katup aerosol terpasang biasanya terdiri dari bagian-bagian sebagai berikut :
a. Aktuator; Aktuator adalah konsep yang ditekankan oleh pemakai untuk mengaktifkan katup terpasang untuk pemancaran produk. Aktuator memungkinkan pembukaan dan penutupan katup dengan mudah. Ini terjadi lewat lubang pada aktuator dimana produk dilepaskan. Modal ruang dalam dan ukuran lubang pemancar di aktuator berperan pada bentuk fisik produk yang dilepas (kabut, semprotan halus, aliran zat padat, atau busa). Campuran jenis dan jumlah propelan yang digunakan, model aktuator dan ukuran mengontrol besarnya partikel produk yang dipancarkan. Lebih besar lubang (dan lebih sedikit propelan) yang digunakan untuk memancarkan produk dalam bentuk busa atau aliran padat dibandingkan untuk memancarkan produk dalam bentuk semprotan atau kabut.
b. Tangkai; Tangkai membantu aktuator dan pengeluaran produk dalam bentuk yang tepat ke ruangan aktuator.
c. Pengikat; Pengikat ditempatkan dengan tepat (pas) terhadap tangkai, untuk mencegah kebocoran formula bila katup pada posisi tertutup.
d. Pegas; Pegas memegang pengikat pada tempatnya dan juga merupakan mekanisme yang menarik kembali aktuator ketika tekanan dilepaskan, kemudian mengembalikan katup ke posisi semula.
e. Lengkungan bantalan; Lengkungan bantalan terikat pada tabung aerosol atau wadah, berperan dalam pemegangan katup ditempatkannya. Karena bagian bawah lengkung bantalan ini terkena formula, maka ia harus mendapat perhitungan atau pertimbangan yang sama dengan bagian dalam wadah, agar kriteria ketercampuran dipenuhi. Bila diperlukan, harus dilapisi dengan bahan yagn inert (seperti resin epoksi atau vinil) untuk mencegah interaksi yang tidak dikehendaki.
f. Badan; Badan terletak langsung di bawah lengkung bantalan berperan dalam menghubungkan pipa tercelup dengan tangkai dan aktuator. Bersama dengan tangkai, lubangnya membantu menentukan kecepatan penglepasan bentuk produk yang dikeluarkan.
g. Pipa tercelup; Pipa tercelup, memanjang dari badan menurun masuk ke dalam produk, berperan untuk membawa formula dari wadah ke katup. Kekentalan produk dan kecepatan penglepasan yang dituju ditentukan oleh besarnya pelebaran dimensi (ukuran) dalam pipa tercelup dan badan untuk produk tertentu.
Aktuator, tangkai, badan, dan pipa tercelup umumnya dibuat dari plastik, lengkung bantalan dan pegas dari logam, pengikat dari karet atau plastik yang sebelumnya telah diteliti ketahannya terhadap formula.
Katup pengukur digunakan bila formula adalah obat yang kuat, seperti pada terapi inhalasi. Di sini dipakai sistem katup pengukur, jumlah bahan yang dilepaskan diatur oleh ruang katup pembantu berdasarkan pada kapasitasnya atau ukurannya. Tekanan tunggal pada aktuator menyebabkan pengosongan ruangan ini dan penglepasan ini. Keutuhan ruang dikontrol oleh mekanisme dua katup. Bila katup aktuator pada posisi tertutup, penutup antara ruang dan udara luar diaktifkan. Akan tetapi, pada posisi ini ruangan dimungkinkan untuk diisi dengan isi dari wadah karena penutup antara ruang dengan wadah terbuka. Penekanan aktuator menyebabkan pembalikan secara serentak kedudukan penutup, ruang menjadi terbuka ke arah udara luar, melepaskan isinya dan pada waktu yang sama ruang tertutup terhadap isi wadah. Pada penglepasan aktuator, sistem dikembalikan untuk mendapatkan dosis berikutnya. USP memuat pemeriksaan penentuan jumlah yang dilepas katup pengukur secara kuantitatif.
Produk aerosol hampir seluruhnya mempunyai tutup pengaman atau penutup yang pas tepat di atas katup dan lengkung bantalan. Pemberian tutup ini untuk menjaga katup dari pengotoran debu dan kotoran. Tutup umumnya dibuat dari plastik atau logam dan juga memberi fungsi dekoratif.

PEMBUATAN AEROSOL
1 Proses pengisian dengan pendinginan
Konsentrat ( umumnya di dinginkan smpai suhu dibawah 0 ºC ) dan propelan dingin yang telah di ukur, dimasukan dalam wadah terbuka ( biasanya wadah telah didinginkan ). Katup penyemprot kemudian di pasang pada wadah hingga membentuk tutup kedap tekanan.
Selama interval antara penambahan propelan dan pemasangan katup terjadi penguapan propelan yang cukup untuk mengeluarkan udara dari wadah.
2 Proses pengisian dengan tekanan ( Panas )
Hilangkan udara dalam wadah dengan cara penghampaan atau dengan menambah sedikit propelan, isikan konsentrat ke dalam wadah, tutup kedap wadah. Isikan propelan melalui lubang katup dengan cara penekanan, atau propelan di biarkan mengalir dibawah tutup katup, kemudian katup di tutup ( pengisian dilakukan di bawah tutup ).
Pengendalian proses pembuatan biasanya meliputi pemantauan formulasi yang sesuai dan bobot pengisi propelan serta uji tekanan dan uji kebocoran pada produk akhir aerosol.

FORMULASI AEROSOL
Formulasi aerosol terdiri dari dua komponen yang esensial :
A.    Bahan obat yang terdiri dari zat aktif dan zat tambahan (pelarut, antioksidan, dansurfaktan)
  1. Propelan dapat (tunggal atau campuran)
Zat tambahan dan propelan tersebut sebelum di formulasikan harus diketahui betul- betul sifat fisika dan kimianya dan efek yang ditimbulkan terhadap sediaan jadi. Tergantung dari type aerosol yang di pakai, aerosol farmasi dapat dibuat sebagai embun halus, pancaran basah, busa stabil.
BAG VII
CARA KERJA AEROSOL
Aerosol bekerja dengan dasar sebagai berikut :
A.    Jika suatu gas yang dicairkan berada daalam wadah yang tertutup, maka sebagai dari gas tersebut akan menjadi uap dan sebagian lagi tetap cair. Dalam keaadaan keseimbangan, fase uap naik, fase cair turun.
B.     Komponen zat aktif dari obat dilarutkan / di dispersikan dalam fase cair dri gas tersebut.
C.     Fase uap gas memberi tekanan pada dinding dan pernukaan fase cair.
D.    Jika pada fase cair dimasukan tabung yang pangkalnya melekap pada katup dan hanya ujungnya yang masuk ke fase cair, maka karena tekanan uap tersebut, fase cair akan naik melalui tabung ke lubang katup.
E.     Jika tombol pembuka ( actuator ) ditekan, katup terbuka, fase cair didorong keluar selama actuator ditekan.
F.      Fase gas yang berkurang akan terisi kembali oleh fase cair yang menguap.
G.    Fase cair yang keluar bersama zat aktif, karena titik didihnya terlampaui, akan menguap di udara menyebabkan terjadinya bentuk semprotan atau spray.

PEMERIKSAAN
1 Derajat semprotan
Derajat semprot adalah angka yang menunjukkan jumlah bobot isi aerosol yang disemprotkan dalam satu satuan waktu tertentu dinyatakan dalam gram tiap detik.
Caranya:
·         Pilih tidak kurang dari 4 wadah
·         Tekan actuator masing-masing wadah selama 2 sampai 3 detik
·         Timbang sesama masing-masing wadah, celupkan ke dalam penangas air pada suhu 250 C sampai tekanan tetap
·         Keluarkan wadah dari penangas air dan keringkan
·         Tekan actuator masing-masing wadah selama 5,0 detik, lalu timbang masing-masing wadah
·         Masukkan kembali ke dalam penangas air bersuhu tetap dan ulangi percobaan tiga kali untuk masing-masing wadah
·         Hitung derajat semprotan rata-rata masing-masing wadah dalam gram per detik.
.2 Pengujian kebocoran
            Caranya:
·         Pillih 12 wadah, catat tanggal dan waktu (pembulatan sampai ½ jam)
·         Timbang wadah satu persatu (pembulatan sampai mg), catat bobot sebagai W1
·         Biarkan wadah dalam posisi tegak selama tidak kurang dari 3 hari pada suhu kamar
·         Timbang kembali wadah satu persatu, catat bobot sebagai W2
·         Hitung waktu perobaan dan catatwaktu sebagai T (dalam jam)
·         Hitung derajat kebocoran (Dkb) masing-masing wadah dalam tiap tahun dengan rumus:
Dkb =(W1-W2) x (365/T) x 24
            Bobot tertera dalam etiket
·         Sediaan memenuhi syarat jika DKb rata-rata tiap tahun dari 12 wadah tidak lebih dari 3,5% dan jika tidak satupun bocor lebih dari 5% pertahun
·         Jika satu wadah bocor lebih dari 5% pertahun, tetapkan DKb dengan menggunakan 24 wadah lainnya
·         Sediaan memenuhi syarat jika dari 36 wadah, tidak lebih dari 2 wadah yang bocor lebih dari 5% pertahun dan tidak satupun wadah lebih dari 7% pertahun, dari bobot yang  tertera pada etiket.
3 Pengujian tekanan
            Caranya:
·         Pilih tidak kurang dari 4 wadah
·         Lepaskan tutup, celupkan dalam penangas air pada suhu tetap 250 C sampai tekanan tetap
·         Keluarkan wadah dari penangas, kocok baik-baik
·         Lepaskan akuator an keringkan
·         Ukur tekanan dengan memasang alat ukur tekanan pada tangkai katup
·         Baca tekanan dalam wadah pada alat pengukur tekanan.
SIGNATURA
Signatura pada sediaan aerosol itu misalnya pada obat alupent aerosol:
A.    S.Nebulizer, 1-2 kali ( semprotkan kedalam mulut sehari 1-2 kali ).
B.     S. Semprotkan jika pernafasan terganggu.
C.     S. semprotkan jika perlu.

Sediaan Injeksi

INJEKSI 

Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau melalui selaput lendir.(FI.III.1979)
Sedangkan menurut Farmakope Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan steril injeksi dapat berupa ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
Berdasarkan R.VOIGHT(hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup dengan sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk menghisap cairan injeksi.
Injeksi intravena memberikan beberapa keuntungan :
a.       Efek terapi lebih cepat .
b.      Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang diinginkan.
c.       Cocok untuk keadaan darurat.
d.      Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara perenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam atau melalui kulit atau selaput lendir.
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang berbeda yaitu :
a.       Obat larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi, contohnya adalah injeksi insulin.
b.      Sediaan padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium steril.
c.       Sediaan seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi.
d.      Sediaan berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkansacara intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
e.       Sediaan padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang sesuai. Dan dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi.
Rute-rute Injeksi
1.      Parenteral Volume Kecil
a.       Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil. Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b.      Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute subkutan.
c.       Intravena
Istilah intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari obat diperoleh hampir sekejap.
d.      Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang diberikan dengan IV atau IM.
e.       Rute intra-arterial
Disuntikkan langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f.       Intrakardial
Disuntikkan langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan darurat seperti gagal jantung.
g.      Intraserebral
Injeksi ke dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h.      Intraspinal
Injeksi ke dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i.        Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute yang digunakan untuk pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan dialisis ginjal.
j.        Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam sendi yang rusak atau teriritasi.
k.      Intrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam sisterna intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
Intrakutan (i.c). Injeksi yang dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik atau vaksin.
l.        Intratekal
Larutan yang digunakan untuk menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal. Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan tubuh pasien.
2.      Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
a.       Intravena
Keuntungan rute ini adalah
a)      jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC
b)      cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih cepat
c)      efek sistemik dapat segera dicapai
d)     level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan
e)      kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi :
a)      gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan dalam jumlah besar;
b)      perkembangan potensial trombophlebitis;
c)      kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari kontaminasi larutan atau teknik injeksi septic
d)     pembatasan cairan berair.
b.      Subkutan
Penyuntikan subkutan (hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat tambahannya.
 Keuntungan injeksi
1.      Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal jantung, asma, shok.
2.      Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti insulin, hormon dan antibiotik.
3.      Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
4.      Bila memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5.      Penggunaan parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti pada gigi dan anestesi.
6.      Dalam kasus simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia, termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan penisilin periode panjang secara i.m.
7.      Terapi parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan elektrolit.
8.      Bila makanan tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi melalui rute parenteral.
9.      Aksi obat biasanya lebih cepat.
10.  Seluruh dosis obat digunakan.
11.  Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12.  Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13.  Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat menyelamatkan hidupnya.
Kerugian Injeksi
1.      Bentuk sediaan harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan pemberian rute lainPada pemberian parenteral dibutuhkan ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit tidak dapat dihindari
2.      Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
3.      Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan, bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
4.      Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok untuk pemakaian i.v.
5.      Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan untuk mengatur dosis.
6.      Sekali digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya sulit untuk dikembalikan lagi.
7.      Pemberian beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
Komposisi Injeksi
1.      Bahan aktif
Data zat aktif yang diperlukan (Preformulasi)
a.       Kelarutan
Terutama data kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air paling dipilih pada pembuaan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat sediaan suspensi.  Jika zat aktif tidak larut dalam air ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk garam dari zat aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk kompleksnya
b.      pH stabilita
pH stabilita adalah pH dimana penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja farmakologinya optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer, basa lemah atau dapar.
c.       Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi atau cara pembuatan. Beberapa factor yang mempengaruhi penguraian zat aktif adalah:
a)      Oksigen (Oksidasi) Pada kasus ini, setelah air dididihkan maka perlu dialiri gas nitrogen dan ditambahkan antioksidan.
b)      Air (Hidrolisis) Jika zat aktif terurai oleh air dapat dipilih alternatif :
·         Dibuat pH stabilitanya dengan penambahan asam/basa atau buffer
·         Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah daripada air, seperti campuran pelarut     air-gliserin-propilenglikol atau pelarut campur lainnya.
·         Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan saat disuntikkan.
c)      Suhu Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.
d)     Cahaya Pengaruh cahaya matahari dihindari dengan penggunaan wadah berwarna cokelat.
e)      Tak tersatukannya (homogenitas) zat aktif ,
f)       Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau farmakologi.
d.      Dosis
Data ini menentukan tonisitas larutan dan cara pemberian. Rute pemberian yang akan digunakan akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal: Volume maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (Lihat datanya pada bagian rute pemberian).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan rute pemberian
Isotonisitas dari sediaan juga dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena isotonisitas menjadi kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak harus isotonis.
2.      Bahan tambahan
a.       Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril, Tokoferol.
b.      Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c.       Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d.      Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat (EDTA).
e.       Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f.       Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol, Gliserin, Polietilen glikol.
g.      Propilen glikol, Lecithin
h.      Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
i.        Bahan pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
j.        Bahan pelindung : Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
k.      Bahan penyerbuk : Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3.      Bahan Pembawa
Bahan pembawa injeksi dapat berupa air maupun non air. Sebagian besar produk parenteral menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit yang terionisasi dan ikatan hydrogen yang terjadi akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin.
Syarat air untuk injeksi menurut USP :
a.       Harus dibuat segar dan bebas pirogen.
b.      Tidak mengndung lebih dari 10 ppm dari total zat padat.
c.       pH antara 5-7
d.      Tidak mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, karbondioksida, dan kandungan logam berat serta material organik (tanin, lignin), partikel berada pada batas yang diperbolehkan.
Air Pro Injeksi  
Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam berat (timbal, Besi, Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3, SO4, amonium, NO2, CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas pirogen. Aqua steril Pro Injeksi adalah air untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya
Cara pembuatan : didihkan air selama 30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu didinginkan. Cara : Aqua p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan 60-70oC selama 15 menit. Tidak boleh menggunakan Aqua DM karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos, ditanggulangi dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakteri.
1.      Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu menguraikan garam natrium dari senyawa organic seperti barbiturate dan sulfonamide kembali membentuk asam lemahnya yang mengendap.
Cara pembuatan : Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas
nitrogen sambil didinginkan. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)
2.      Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama 20-30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas nitrogen. Dipakai untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin, klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin, proklorperazin, promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin.
3.      Pembawa Non Air
Pembawa non air digunakan jika:
a.       Zat aktif tidak larut dalam air
b.      Zat aktif terurai dalam air
c.       Diinginkan kerja depo dalam sediaan Syarat umum pembawa non air .
d.      Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan sensitisasi
e.       Dapat tersatukan dengan zat aktif
f.       Inert secara farmakologi
g.      Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa digunakan
h.      Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat disuntikan dengan muda
i.        Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
j.        Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan sterilisasi dengan panas
k.      Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
 Syarat-syarat Injeksi
1.      Bebas dari mikroorganisme, steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2.      Bahan-bahan bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3.      Bahan-bahan yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4.      Sterilitas
5.      Bebas dari bahan partikulat
6.      Bebas dari Pirogen
7.      Kestabilan
8.      Injeksi sedapat mungkin isotonis dengan darah.
Wadah Injeksi
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan, penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10).
Wadah dan sumbatnya tidak boleh mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya. (FI ed. III, hal XXXIV)
Bagaimanapun bentuk dan komposisi wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, hal 82)
Ada dua tipe utama wadah untuk injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang besar seperti NaCl isotonis.
1.      Gelas
Gelas digunakan untuk sediaan parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral. USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.
Formulator harus mengetahuidan sadar bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan level bahan tambahannya (boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium) yang berefek terhadap sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator sebaiknya mempunyai semua informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi gelas adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah konsisten ditemukan.
Gelas untuk parenteral volume kecil – Tabel 8
Tipe
Definisi Umum
Test USP
Batas
Ukuran (ml)
ml 0,02 N asam
I
Paling resisten, gelas borosilikat
Gelas serbuk
Semua
1,0
II
Gelas dibuat dari soda lime
Attack water
100 atau kurang
lebih 100
0,7
0,2
III
Gelas soda lime
Gelas serbuk
Semua
8,5
IV
Gelas soda lime-tujuan umum
Gelas serbuk
Semua
15,0
Wadah gelas ambar digunakan untuk produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.
Keuntungan wadah gelas  :
a.       mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak bereaksi dengan kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan senyawa organik.
b.      Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup dengan baik maka pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan.
c.       Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
d.      Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya dalam wadah.
e.       Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan terhadap tusukan dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121O C pada sterilisasi uap dan 2600 C pada sterilisasi kering tanpa mengalami perubahan bentuk.
Kerugian wadah gelas:
a.       mudah pecah dan bobotnya relatif berat.
b.      Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari cahaya.
c.       Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set. Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali pakai (disposable one-trip glass syringe).
2.      Karet
Formulasi karet digunakan dalam sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan catridge dan penutup untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.
Paling banyak polimer karet digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah alami dan butil karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil karet lebih disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan reaktivitas dengan produk farmasetik.
Masalah dengan penutup karet termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan aktif atau pengawet antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan insersi benang. Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan potensial produk.
Silikonisasi penutp karet adalah umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet melalui peralatan sepanjang proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon tidak bercampur dengan obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan karet tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer mempunyai perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon untuk menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.
3.      Plastik
Pengemasan plastik adalah sangat penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan oleh botol plastic fleksibel, orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril, suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia.
Formulasi plastik adalah sedikit. Kompleks daripada karet dan cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk bahannya. Paling umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain, formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida, polipropilen, poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil asetat).
4.      Container / wadah
Tipe wadah yang paling umum digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah gelas atau vial polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan untuk parenteral volume besar (LVP).
Evaluasi
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum wadah dipasang etiket dan dikemas
1.      Evaluasi Fisika
a.       Penetapan pH .   (FI ed. IV, hal 1039-1040)
b.      Bahan Partikulat dalam Injeksi  <751>  ( FI> ed IV, hal. 981-984).
c.       Penetapan Volume Injeksi Dlam Wadah <1131>  (FI ed. IV Hal 1044).
d.      Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed III hal.   19)
e.       Uji Kejernihan Larutan  (FI ED. IV, hal 998)
f.       Uji Kebocoran   (Goeswin Agus, Larutan Parenteral.
Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadah-wadah takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru metilen akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.
g.      Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan Parenteral, HAL 201)
h.      Umumnya setiap larutan suntik harus jernih dan bebas dari kotoran-kotoran. Uji ini sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan yang sangat teliti karena hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk uji ini kriterianya cukup jika dilihat dengan mata biasa saja yaitu menyinari wadah dari samping dengan latar belakang berwarna hitam dan putih. Latar belakang warna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda, sedangkan latar belakang putih untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna gelap.
2.      Evaluasi Biologi
a.       Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed IV, HAL 854-855)
b.      Uji Sterilitas  <71> (FI ed. IV, HAL 855-863)
c.       Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV, HAL 905-907)
d.      Uji Pirogen <231> (FI ed. IV, HAL. 908-909)
e.       Uji Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV, HAL. 939-942)
3.      Evaluasi Kimia
a.       Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing)
b.      Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan masing-masing
Penandaaan
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau pengimpor  serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan penandaan.
Bila dalam monografi tertera berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral  volume besar, maka kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%).
Bila formula lengkap tidak tertera dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup informasi berikut :
1.      Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan efek bahan tersebut
2.      Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.
3.      Pemberian etiket pada wadah sedemikian  rupa sehingga  sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah pemeriksaan isi secara visual.
Pengemasan dan Penyimpanan
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV, Hal 11)
Untuk penyimpanan obat harus disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya. Kondisi penyimpanan tergantung pada sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung cahaya, disimpan pada suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di temapat dingin (FI Ed. III, Hal XXXIV)