INJEKSI
Menurut Farmakope Indonesia Edisi III, injeksi adalah
sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau
serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu
sebelum digunakan, yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit
atau melalui kulit atau melalui selaput
lendir.(FI.III.1979)
Sedangkan menurut Farmakope
Indonesia Edisi IV, injeksi adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 mL atau
kurang. Umumnya hanya larutan obat dalam air yang bisa diberikan secara
intravena. Suspensi tidak bisa diberikan karena berbahaya yang dapat
menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kapiler.(FI.IV.1995)
Sediaan steril injeksi dapat berupa
ampul, ataupun berupa vial. Injeksi vial adalah salah satu bentuk sediaan
steril yang umumnya digunakan pada dosis ganda dan memiliki kapasitas atau
volume 0,5 mL – 100 mL. Injeksi vial pun dapat berupa takaran tunggal atau
ganda dimana digunakan untuk mewadahi serbuk bahan obat, larutan atau suspensi
dengan volume sebanyak 5 mL atau pun lebih. (Anonim.Penuntun Praktikum Farmasetika I.2011)
Berdasarkan
R.VOIGHT(hal 464) menyatakan bahwa, botol injeksi vial ditutup dengan
sejenis logam yang dapat dirobek atau ditembus oleh jarum injeksi untuk
menghisap cairan injeksi.
Injeksi intravena memberikan
beberapa keuntungan :
a.
Efek terapi lebih cepat .
b.
Dapat memastikan obat sampai pada tempat yang
diinginkan.
c.
Cocok untuk keadaan darurat.
d.
Untuk obat-obat yang rusak oleh cairan lambung.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa sediaan injeksi
adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi, suspensi atau serbuk yang harus
dilarutkan atau disusupensikan terlebih dahulu sebelum digunakan secara
perenteral, suntikan dengan cara menembus, atau merobek jaringan kedalam atau
melalui kulit atau selaput lendir.
Sediaan steril untuk sedian perenteral digolongkan menjadi lima jenis yang
berbeda yaitu :
a.
Obat
larutan, atau emulsi yang digunakan untuk injeksi ditandai dengan nama injeksi,
contohnya adalah injeksi insulin.
b.
Sediaan
padat kering atau cairan pekat yang tidak mengandung dapar, pengencer atau
bahan tambahan lain dan larutan yang diperoleh setelah penambahan pelarut yang
memenuhi persyaratan injeksi. Sediaan ini dapat membedakannya dari nama
bentuknya yaitu steril, contohnya Ampicilin Sodium steril.
c.
Sediaan
seperti tertera pada no b, tetapi mengandung satu atau lebih dapar, pengencer
atau bahan tambahan lain dan dapat dibedakan dari nama bentuknya.yaitu untuk
injeksi, contohnya Methicillin Sodium untuk injeksi.
d.
Sediaan
berupa susupensi serbuk dalam medium cair yang sesuai dan tidak disuntikkansacara
intravena atau di dalam saluran spinal, dan dapat dibedakan dari nama bentuknya
yaitu susupensi steril. Contoh Cortisao Suspensi steril.
e.
Sediaan
padat kering dengan bahan pembawa yang sesuai membentuk larutan yang memenuhi
semua persyaratan untuk suspensi steril setelah penambahan pembawanya yang
sesuai. Dan dapat membedakannya dari nama bentuknya yaitu steril untuk
suspensi. Contohnya Ampicilin steril untuk suspensi.
Rute-rute Injeksi
1.
Parenteral Volume Kecil
a.
Intradermal
Istilah intradermal (ID) berasal
dari kata "intra" yang berarti lipis dan "dermis" yang
berarti sensitif, lapisan pembuluh darah dalam kulit. Ketika sisi anatominya
mempunyai derajat pembuluh darah tinggi, pembuluh darah betul-betul kecil.
Makanya penyerapan dari injeksi disini lambat dan dibatasi dengan efek sistemik
yang dapat dibandingkan karena absorpsinya terbatas, maka penggunaannya biasa
untuk aksi lokal dalam kulit untuk obat yang sensitif atau untuk menentukan
sensitivitas terhadap mikroorganisme.
b.
Intramuskular
Istilah intramuskular (IM) digunakan
untuk injeksi ke dalam obat. Rute intramuskular menyiapkan kecepatan aksi onset
sedikit lebih normal daripada rute intravena, tetapi lebih besar daripada rute
subkutan.
c.
Intravena
Istilah
intravena (IV) berarti injeksi ke dalam vena. Ketika tidak ada absorpsi, puncak
konsentrasi dalam darah terjadi dengan segera, dan efek yang diinginkan dari
obat diperoleh hampir sekejap.
d.
Subkutan
Subkutan (SC) atau injeksi
hipodermik diberikan di bawah kulit. Parenteral diberikan dengan rute ini
mempunyai perbandingan aksi onset lambat dengan absorpsi sedikit daripada yang
diberikan dengan IV atau IM.
e.
Rute intra-arterial
Disuntikkan
langsung ke dalam arteri, digunakan untuk rute intravena ketika aksi segera
diinginkan dalam daerah perifer tubuh.
f.
Intrakardial
Disuntikkan
langsung ke dalam jantung, digunakan ketika kehidupan terancam dalam keadaan
darurat seperti gagal jantung.
g.
Intraserebral
Injeksi ke
dalam serebrum, digunakan khusus untuk aksi lokal sebagaimana penggunaan fenol
dalam pengobatan trigeminal neuroligia.
h.
Intraspinal
Injeksi ke
dalam kanal spinal menghasilkan konsentrasi tinggi dari obat dalam daerah
lokal. Untuk pengobatan penyakit neoplastik seperti leukemia.
i.
Intraperitoneal dan intrapleural
Merupakan rute yang digunakan untuk
pemberian berupa vaksin rabies. Rute ini juga digunakan untuk pemberian larutan
dialisis ginjal.
j.
Intra-artikular
Injeksi yang digunakan untuk
memasukkan bahan-bahan seperti obat antiinflamasi secara langsung ke dalam
sendi yang rusak atau teriritasi.
k.
Intrasisternal dan peridual
Injeksi ke dalam sisterna
intracranial dan durameter pada urat spinal. Keduanya merupakan cara yang sulit
dilakukan, dengan keadaan kritis untuk injeksi.
Intrakutan (i.c). Injeksi yang
dimasukkan secara langsung ke dalam epidermis di bawah stratum corneum. Rute
ini digunakan untuk memberi volume kecil (0,1-0,5 ml) bahan-bahan diagnostik
atau vaksin.
l.
Intratekal
Larutan yang digunakan untuk
menginduksi spinal atau anestesi lumbar oleh larutan injeksi ke dalam ruang
subarachnoid. Cairan serebrospinal biasanya diam pada mulanya untuk mencegah
peningkatan volume cairan dan pengaruh tekanan dalam serabut saraf spinal.
Volume 1-2 ml biasa digunakan. Berat jenis dari larutan dapat diatur untuk
membuat anestesi untuk bergerak atau turun dalam kanal spinal, sesuai keadaan
tubuh pasien.
2.
Parenteral Volume Besar
Untuk pemberian larutan volume
besar, hanya rute intravena dan subkutan yang secara normal digunakan.
a.
Intravena
Keuntungan rute ini adalah
a)
jenis-jenis cairan yang disuntikkan lebih banyak dan
bahkan bahan tambahan banyak digunakan IV daripada melalui SC
b)
cairan volume besar dapat disuntikkan relatif lebih
cepat
c)
efek sistemik dapat segera dicapai
d)
level darah dari obat yang terus-menerus disiapkan
e)
kebangkitan secara langsung untuk membuka vena untuk
pemberian obat rutin dan menggunakan dalam situasi darurat disiapkan.
Kerugiannya adalah meliputi :
a)
gangguan kardiovaskuler dan pulmonar dari peningkatan
volume cairan dalam sistem sirkulasi mengikuti pemberian cepat volume cairan
dalam jumlah besar;
b)
perkembangan potensial trombophlebitis;
c)
kemungkinan infeksi lokal atau sistemik dari
kontaminasi larutan atau teknik injeksi septic
d)
pembatasan cairan berair.
b.
Subkutan
Penyuntikan subkutan
(hipodermolisis) menyiapkan sebuah alternatif ketika rute intravena tidak dapat
digunakan. Cairan volume besar secara relatif dapat digunakan tetapi injeksi
harus diberikan secara lambat. Dibandingkan dengan rute intravena, absorpsinya
lebih lambat, lebih nyeri dan tidak menyenangkan, jenis cairan yang digunakan
lebih kecil (biasanya dibatasi untuk larutan isotonis) dan lebih terbatas zat
tambahannya.
Keuntungan
injeksi
1.
Respon fisiologis yang cepat dapat dicapai segera bila
diperlukan, yang menjadi pertimbangan utama dalam kondisi klinik seperti gagal
jantung, asma, shok.
2.
Terapi parenteral diperlukan untukobat-obat yang tidak
efektif secara oral atau yang dapat dirusak oleh saluran pencernaan, seperti
insulin, hormon dan antibiotik.
3.
Obat-obat untuk pasien yang tidak kooperatif, mual
atau tidak sadar harus diberikan secara injeksi.
4.
Bila
memungkinkan, terapi parenteral memberikan kontrol obat dari ahli karena pasien harus kembali untuk pengobatan selanjutnya. Juga
dalam beberapa kasus, pasien tidak dapat menerima obat secara oral.
5.
Penggunaan
parenteral dapat menghasilkan efek lokal untuk obat bila diinginkan seperti
pada gigi dan anestesi.
6.
Dalam kasus
simana dinginkan aksi obat yang diperpanjang, bentuk parenteral tersedia,
termasuk injeksi steroid periode panjang secara intra-artikular dan penggunaan
penisilin periode panjang secara i.m.
7.
Terapi
parenteral dapat memperbaiki kerusakan serius pada keseimbangan cairan dan
elektrolit.
8.
Bila makanan
tidak dapat diberikan melalui mulut, nutrisi total diharapkan dapat dipenuhi
melalui rute parenteral.
9.
Aksi obat biasanya lebih cepat.
10. Seluruh
dosis obat digunakan.
11. Beberapa obat, seperti insulin dan heparin, secara lengkap tidak aktif
ketika diberikan secara oral, dan harus diberikan secara parenteral.
12. Beberapa obat mengiritasi ketika diberikan secara oral, tetapi dapat
ditoleransi ketika diberikan secara intravena, misalnya larutan kuat dektrosa.
13. Jika pasien dalam keadaan hidrasi atau shok, pemberian intravena dapat
menyelamatkan hidupnya.
Kerugian Injeksi
1.
Bentuk sediaan
harus diberikan oleh orang yang terlatih dan membutuhkan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan pemberian rute lainPada pemberian parenteral dibutuhkan
ketelitian yang cukup untuk pengerjaan secara aseptik dari beberapa rasa sakit
tidak dapat dihindari
2.
Obat yang diberikan secara parenteral menjadi sulit
untuk mengembalikan efek fisiologisnya.
3.
Yang terakhir, karena pada pemberian dan pengemasan,
bentuk sediaan parenteral lebih mahal dibandingkan metode rute yang lain.
4.
Beberapa rasa sakit dapat terjadi seringkali tidak
disukai oleh pasien, terutama bila sulit untuk mendapatkan vena yang cocok
untuk pemakaian i.v.
5.
Dalam beberapa kasus, dokter dan perawat dibutuhkan
untuk mengatur dosis.
6.
Sekali
digunakan, obat dengan segera menuju ke organ targetnya. Jika pasien
hipersensitivitas terhadap obat atau overdosis setelah penggunaan, efeknya
sulit untuk dikembalikan lagi.
7.
Pemberian
beberapa bahan melalui kulit membutuhkan perhatian sebab udara atau
mikroorganisme dapat masuk ke dalam tubuh. Efek sampingnya dapat berupa reaksi
phlebitis, pada bagian yang diinjeksikan.
Komposisi Injeksi
1.
Bahan aktif
Data zat aktif yang diperlukan
(Preformulasi)
a.
Kelarutan
Terutama data
kelarutan dalam air dari zat aktif sangat diperlukan, karena bentuk larutan air
paling dipilih pada pembuaan sediaan steril. Data kelarutan ini diperlukan
untuk menentukan bentuk sediaan. Zat aktif yang larut air membentuk sediaan
larutan dalam air, zat aktif yang larut minyak dibuat larutan dalam pembawa
minyak. Sedangkan zat yang tidak larut dalam kedua pembawa tersebut dibuat
sediaan suspensi. Jika zat aktif tidak larut dalam air
ada beberapa alternatif yang dapat diambil sebelum memutuskan untuk membuat
sediaan suspensi atau larutan minyak yaitu dengan mencari bentuk garam dari zat
aktif, melakukan reaksi penggaraman, atau dicari bentuk kompleksnya
b.
pH stabilita
pH stabilita adalah pH dimana
penguraian zat aktif paling minimal, sehingga diharapkan kerja farmakologinya
optimal. pH stabilita dicapai dengan menambahkan asam encer, basa lemah
atau dapar.
c.
Stabilitas zat aktif
Data ini membantu menentukan jenis
sediaan, jenis bahan pembawa, metoda sterilisasi
atau cara pembuatan. Beberapa factor yang mempengaruhi penguraian zat aktif
adalah:
a)
Oksigen (Oksidasi) Pada kasus
ini, setelah air dididihkan maka perlu
dialiri gas nitrogen dan ditambahkan antioksidan.
b)
Air (Hidrolisis) Jika zat aktif terurai oleh air dapat
dipilih alternatif :
·
Dibuat pH stabilitanya dengan penambahan asam/basa
atau buffer
·
Memilih jenis pelarut dengan polaritas lebih rendah
daripada air, seperti campuran pelarut air-gliserin-propilenglikol atau
pelarut campur lainnya.
·
Dibuat dalam bentuk kering dan steril yang dilarutkan
saat disuntikkan.
c)
Suhu Jika zat aktif tidak tahan panas dipilih metode
sterilisasi tahan panas, seperti filtrasi.
d)
Cahaya Pengaruh cahaya matahari dihindari
dengan penggunaan wadah berwarna cokelat.
e)
Tak tersatukannya (homogenitas) zat aktif ,
f)
Baik ditinjau dari segi kimia, fisika, atau
farmakologi.
d.
Dosis
Data ini menentukan tonisitas
larutan dan cara pemberian. Rute pemberian yang akan digunakan
akan berpengaruh pada formulasi, dalam hal: Volume
maksimal sediaan yang dapat diberikan pada rute tersebut (Lihat datanya pada bagian
rute pemberian).
Pemilihan pelarut disesuaikan dengan
rute pemberian
Isotonisitas dari sediaan juga
dipengaruhi oleh rute pemberian. Pada larutan intravena isotonisitas menjadi
kurang penting selama pemberian dilakukan dengan perlahan untuk memberikan waktu
pengenceran dan ’adjust’ oleh darah. Injeksi intraspinal mutlak
harus isotonis.
2.
Bahan tambahan
a.
Antioksidan : Garam-garam sulfurdioksida, termasuk
bisulfit, metasulfit dan sulfit adalah yang paling umum digunakan sebagai
antioksidan. Selain itu digunakan :Asam askorbat, Sistein, Monotiogliseril,
Tokoferol.
b.
Bahan antimikroba atau pengawet : Benzalkonium
klorida, Benzil alcohol, Klorobutanol, Metakreosol, Timerosol, Butil
p-hidroksibenzoat, Metil p-hidroksibenzoat, Propil p-hidroksibenzoat, Fenol.
c.
Buffer : Asetat, Sitrat, Fosfat.
d.
Bahan pengkhelat : Garam etilendiamintetraasetat
(EDTA).
e.
Gas inert : Nitrogen dan Argon.
f.
Bahan penambah kelarutan (Kosolven) : Etil alcohol,
Gliserin, Polietilen glikol.
g.
Propilen glikol, Lecithin
h.
Surfaktan : Polioksietilen dan Sorbitan monooleat.
i.
Bahan
pengisotonis : Dekstrosa dan NaCl
j.
Bahan pelindung
: Dekstrosa, Laktosa, Maltosa dan Albumin serum manusia.
k.
Bahan penyerbuk
: Laktosa, Manitol, Sorbitol, Gliserin.
3.
Bahan Pembawa
Bahan pembawa injeksi dapat berupa
air maupun non air. Sebagian besar produk parenteral
menggunakan pembawa air. Hal tersebut dikarenakan kompatibilitas air dengan
jaringan tubuh, dapat digunakan untuk berbagai rute pemberian, air mempunyai
konstanta dielektrik tinggi sehingga lebih mudah untuk melarutkan elektrolit
yang terionisasi dan ikatan hydrogen yang terjadi
akan memfasilitasi pelarutan dari alkohol, aldehid, keton, dan amin.
Syarat air untuk
injeksi menurut USP :
a.
Harus dibuat segar dan bebas pirogen.
b.
Tidak mengndung lebih dari 10 ppm dari total zat
padat.
c.
pH antara 5-7
d.
Tidak
mengandung ion-ion klorida, sulfat, kalsium dan amonium, karbondioksida, dan
kandungan logam berat serta material organik (tanin, lignin), partikel berada
pada batas yang
diperbolehkan.
Air Pro Injeksi
Aqua bidest dengan pH tertentu, tidak mengandung logam
berat (timbal, Besi, Tembaga), juga tidak boleh mengandung ion Ca, Cl, NO3,
SO4, amonium, NO2, CO3. Harus steril dan penggunaan diatas 10 ml harus bebas
pirogen. Aqua steril Pro Injeksi adalah air
untuk injeksi yang disterilisasi dan dikemas dengan cara yang sesuai, tidak
mengandung bahan antimikroba atau bahan tambahan lainnya
Cara pembuatan : didihkan air selama
30 menit dihitung dari setelah air mendidih di atas api lalu didinginkan. Cara : Aqua
p.i + karbon aktif 0,1% dari volume, dipanaskan
60-70oC selama 15 menit. Tidak boleh menggunakan Aqua DM
karena ada zat-zat organik yang tidak bermuatan dapat lolos, ditanggulangi
dengan filtrasi karbon adsorben dan filtrasi bakteri.
1.
Air Pro Injeksi Bebas CO2
CO2 mampu menguraikan garam natrium
dari senyawa organic seperti barbiturate dan sulfonamide kembali
membentuk asam lemahnya yang mengendap.
Cara pembuatan : Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)
Cara pembuatan : Mendidihkan air p.i selama 20-30 menit lalu dialiri gas nitrogen sambil didinginkan. (Rep. Tek Fa. Steril hal 4)
2.
Air Pro Injeksi bebas O2
Dibuat dengan mendidihkan air p.i selama
20-30 menit dan pada saat pendinginannya dialiri gas nitrogen. Dipakai
untuk melarutkan zat aktif yang mudah teroksidasi, seperti apomorfin,
klorfeniramin, klorpromazin, ergometrin, ergotamine, metilergotamin,
proklorperazin, promazin, promesatin HCl, sulfamidin, turbokurarin.
3.
Pembawa Non Air
Pembawa non air digunakan jika:
a.
Zat aktif tidak larut dalam air
b.
Zat aktif terurai dalam air
c.
Diinginkan kerja depo dalam sediaan Syarat umum
pembawa non air .
d.
Tidak toksik, tidak mengiritasi dan menyebabkan
sensitisasi
e.
Dapat tersatukan dengan zat aktif
f.
Inert secara farmakologi
g.
Stabil dalam kondisi di mana sediaan tersebut biasa
digunakan
h.
Viskositasnya harus sedemikian rupa sehingga dapat
disuntikan dengan muda
i.
Harus tetap cair pada rentang suhu yang cukup lebar
j.
Mempunyai titik didih yang tinggi sehingga dapat dilakukan
sterilisasi dengan panas
k.
Dapat bercampur dengan air atau cairan tubuh
Syarat-syarat
Injeksi
1.
Bebas dari mikroorganisme,
steril atau dibuat dari bahan-bahan steril di bawah kondisi yang kurang akan
adanya kombinasi mikroorganisme (proses aseptik).
2.
Bahan-bahan
bebas dari endotoksin bakteri dan bahan pirogenik lainnya.
3.
Bahan-bahan
yang bebas dari bahan asing dari luar yang tidak larut.
4.
Sterilitas
5.
Bebas dari bahan partikulat
6.
Bebas dari Pirogen
7.
Kestabilan
8.
Injeksi sedapat
mungkin isotonis dengan darah.
Wadah Injeksi
Wadah untuk injeksi termasuk penutup tidak boleh
berinteraksi melalui berbagai cara baik secara fisik maupun kimiawi dengan
sediaan, yang dapat mengubah kekuatan, mutu atau kemurnian di luar persyaratan
resmi dalam kondisi biasa pada waktu penanganan, pengangkutan, penyimpanan,
penjualan, dan penggunaan. Wadah terbuat dari bahan yang dapat mempermudah
pengamatan terhadap isi. Tipe kaca yang dianjurkan untuk tiap sediaan umumnya
tertera dalam masing-masing monografi. (FI Ed. IV, hal 10).
Wadah dan sumbatnya tidak boleh
mempengaruhi bahan yang disimpan di dalamnya baik secara kimia maupun secara
fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan khasiat, mutu dan kemurniannya. (FI
ed. III, hal XXXIV)
Bagaimanapun bentuk dan komposisi
wadah, wadah pengemas merupakan sumber dari masalah stabilitas sediaan, bahan
partikulat, dan sumber pirogen. (Diktat Steril, hal 82)
Ada dua tipe utama wadah untuk
injeksi yaitu dosis tunggal dan dosis ganda. Wadah dosis tunggal yang paling
sering digunakan adalah ampul dimana kisaran ukurannya dari 1-100 ml. pada
kasus tertentu, wadah dosis ganda dan sebagainya berupa vial serum atau botol
serum. Kapasitas vial serum 1-50 ml, bentuknya mirip ampul tetapi disegel
dengan pemanasan. Ditutup dengan penutup karet spiral. Botol serum juga dapat
sebagai botol tipe army dengan kisaran ukuran dari 75-100 ml dan memiliki mulut
yang lebar dimana ditutup dengan penutup karet spiral. Labu atau tutup yang
lebih besar mengandung 250-2000 ml, digunakan untuk cairan parenteral yang
besar seperti NaCl isotonis.
1.
Gelas
Gelas digunakan untuk sediaan
parenteral dikelompokkan dalam tipe I, Tipe II, dan Tipe III (tabel 8). Tipe I
adalah mempunyai derajat yang paling tinggi, disusun hampir ekslusif dan
barosilikat (silikon dioksida), membuatnya resisten secara kimia terhadap
kondisi asam dan basa yang ekstrim. Gelas tipe I, meskipun paling mahal, ini
lebih disukai untuk produk terbanyak yang digunakan untuk pengemasan beberapa
parenteral. Gelas tipe II adalah gelas soda-lime (dibuat dengan natrium sulfit
atau sulfida untuk menetralisasi permukaan alkalinoksida), sebaliknya gelas
tipe III tidak dibuat dari gelas soda lime. Gelas tipe II dan III digunakan
untuk serbuk kering dan sediaan parenteral larutan berminyak. Tipe II dapat
digunakan untuk produk dengan pH di bawah 7,0 sebaik sediaan asam dan netral.
USP XXII memberikan uji untuk tipe-tipe gelas berbeda.
Formulator harus mengetahuidan sadar
bahwa masing-masing tipe gelas adalah berbeda dan level bahan tambahannya
(boron, sodium, potassium, kalsium, besi, dan magnesium) yang berefek terhadap
sifat kimia dan fisika. Oleh karena itu, formulator sebaiknya mempunyai semua
informasi yang diperlukan dari pembuatan gelas untuk memastikan bahwa formulasi
gelas adalah konsisten dan dari batch dan spesifikasi bahan tambahan adalah
konsisten ditemukan.
Gelas untuk parenteral volume kecil
– Tabel 8
Tipe
|
Definisi
Umum
|
Test USP
|
Batas
|
|
Ukuran
(ml)
|
ml 0,02 N
asam
|
|||
I
|
Paling
resisten, gelas borosilikat
|
Gelas
serbuk
|
Semua
|
1,0
|
II
|
Gelas dibuat dari soda lime
|
Attack
water
|
100 atau
kurang
lebih 100
|
0,7
0,2
|
III
|
Gelas soda
lime
|
Gelas
serbuk
|
Semua
|
8,5
|
IV
|
Gelas soda lime-tujuan umum
|
Gelas
serbuk
|
Semua
|
15,0
|
Wadah gelas ambar digunakan untuk
produk yang sensitif terhadap cahaya. Warna ambar dihasilkan dengan penambahan
besi dan mangan oksida untuk formulasi gelas. Namun demikian, dapat leach ke
dalam formulasi dan mempercepat reaksi oksidasi.
Keuntungan wadah gelas :
a.
mempunyai daya tahan kimia yang baik sehingga tidak
bereaksi dengan kandungan wadah dan tidak mengabsorbsi atau mengeluarkan
senyawa organik.
b.
Bersifat tidak permeable sehingga apabila ditutup
dengan baik maka pemasukan atau hilangnya gas-gas dapat diabaikan.
c.
Wadah gelas mudah dicuci karena permukannya licin
d.
Bersifat transparan sehingga dapat diamati kandungnnya
dalam wadah.
e.
Mempunyai sifat kaku, kuat dan bentuknya stabil. Tahan
terhadap tusukan dapat divakumkan, dapat dipanaskan pada suhu 121O C
pada sterilisasi uap dan 2600 C pada sterilisasi kering tanpa
mengalami perubahan bentuk.
Kerugian wadah gelas:
a.
mudah pecah dan bobotnya relatif berat.
b.
Wadah yang biasa digunakan untuk sedian injeksi adalah
berupa vial atau ampul. Untuk zat aktif yang mudah teroksidasi biasanya
digunakan ampul berwarna gelap (biasanya coklat) untuk melindungi sediaan dari
cahaya.
c.
Gelas tipe I untuk membuat wadah tiup dalam bentuk
tabung, misalnya vial, ampul, badan alat suntik (syringe) dan bagian infus set.
Beberapa sediaan parenteral volume kecil dikemas dalam alat suntik gelas sekali
pakai (disposable one-trip glass syringe).
2.
Karet
Formulasi karet digunakan dalam
sediaan parenteral volume kecil untuk penutup vial dan catridge dan penutup
untuk pembedahan. Formulasi ini betul-betul kompleks. Tidak hanya mereka
mengandung basis polimer karet, tetapi juga banyak bahan tambahan seperti bahan
pelunak, pelunak, vulkanishing, pewarna, aktivator dan percepatan, dan
antioksidan. Banyak bahan-bahan tambahan ini tidak dikarakteristikkan untuk isi
atau pemurnian dan dapat bersumber dari masalah degradasi fisika dan kimia
dalam produk parenteral. Seperti gelas, formulator harus bekerja dengan
tertutup dengan pembuat karet untuk memilih formulasi karet yang tepat dengan
spesifikasi tetap dan karakteristik untuk mempertahankan kestabilan produk.
Paling banyak polimer karet
digunakan dalam penutup sediaan parenteral volume kecil adalah alami dan butil
karet dengan silikon dan karet neopren digunakan jarang. Butil karet lebih
disukai karena ini diinginkan sedikit bahan tambahan, mempunyai penyerapan uap
air rendah (oleh karena itu, baik untuk serbuk kering steril sensitif terhadap
kelembaban) dan sifat sederhana dengan penghormatan penyerapan gas dan
reaktivitas dengan produk farmasetik.
Masalah dengan penutup karet
termasuk leaching bahan ke dalam produk, penyerapan bahan aktif atau pengawet
antimikroba oleh elastomer dan coring karet oleh pengulangan insersi benang.
Coring menghasilkan partikel karet yang berefek terhadap kualitas dan keamanan
potensial produk.
Silikonisasi penutp karet adalah
umum dilakukan untuk memfasilitasi pergerakan karet melalui peralatan sepanjang
proses dan peletakan ke dalam vial. Akan tetapi, silikon tidak bercampur dengan
obat hidrofilik, khususnya protein. Kontak yang luar biasa dengan karet
tersilikonisasi dapat menghasilkan agregasi protein. Pembuatan elastomer
mempunyai perkembangan formulasi yang tidak menginginkan penggunaan silikon
untuk menggunakan dalam operasi produksi kecepatan tinggi.
3.
Plastik
Pengemasan plastik adalah sangat
penting untuk bentuk sediaan mata yang diberikan oleh botol plastic fleksibel,
orang yang bersangkutan memeras untuk mengeluarkan tetesan larutan steril,
suspensi atau gel. Wadah plastic parenteral volume kecil lain dari produk mata
menjadi lebih luas dipakai karena pemeliharaan harga, eliminasi kerusakan gelas
dari kenyamanan penggunaan. Seperti formulasi karet, formulasi plastik dapat
berinteraksi dengan produk, menyebabkan masalah fisika dan kimia.
Formulasi plastik adalah sedikit.
Kompleks daripada karet dan cenderung mempunyai potensial lebih rendah untuk
bahannya. Paling umum digunakan plastik polimer untuk sediaan mata adalah
polietilen densitas rendah. Untuk sediaan parenteral volume kecil yang lain,
formulasi polyolefin lebih luas digunakan sebaik polivinil klorida,
polipropilen, poliamida (nilon), polikarbonat dan kopolimer (seperti etilen-vinil
asetat).
4.
Container / wadah
Tipe wadah yang paling umum
digunakan untuk sediaan parenteral volume kecil adalah gelas atau vial
polietilen dengan penutup karet dan besi. Gelas ampul digunakan paling banyak
untuk sistem pengemasan parenteral volume kecil, tetapi jarang digunakan sekarang
karena masalah aprtikel gelas ketika leher ampul dibuka. Masing-masing
pembedahan dan wadah catridge mempunyai peningkatan popularitas dan penggunaan
karena kenyamanan mereka dibandingkan vial dan ampul. Vial dan ampul
menginginkan kemunduran produk dari kemasan. Injeksi, sebaliknya produk-produk
dalam pembedahan dan catridge adalah siap untuk diberikan. Keduanya digunakan
untuk parenteral volume besar (LVP).
Evaluasi
Dilakukan setelah sediaan disterilkan dan sebelum
wadah dipasang etiket dan dikemas
1.
Evaluasi Fisika
a.
Penetapan pH . (FI ed. IV, hal 1039-1040)
b.
Bahan Partikulat dalam Injeksi <751>
( FI> ed IV, hal. 981-984).
c.
Penetapan Volume Injeksi Dlam Wadah <1131>
(FI ed. IV Hal 1044).
d.
Uji Keseragaman Bobot dan Keseragaman Volume (FI ed
III hal. 19)
e.
Uji Kejernihan Larutan (FI ED. IV, hal 998)
Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan
dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadah-wadah
takaran tunggal yang masih panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam
larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru
metilen akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di
dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang
sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal
disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari
dalam wadah. Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus
diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang
divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar.
g.
Uji Kejernihan dan Warna ( Goeswin Agus, Larutan
Parenteral, HAL 201)
h.
Umumnya setiap larutan suntik harus jernih dan bebas
dari kotoran-kotoran. Uji ini sangat sulit dipenuhi bila dilakukan pemeriksaan
yang sangat teliti karena hampir tidak ada larutan jernih. Oleh sebab itu untuk
uji ini kriterianya cukup jika dilihat dengan mata biasa saja yaitu menyinari
wadah dari samping dengan latar belakang berwarna hitam dan putih. Latar
belakang warna hitam dipakai untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna muda,
sedangkan latar belakang putih untuk menyelidiki kotoran-kotoran berwarna
gelap.
2.
Evaluasi Biologi
a.
Uji Efektivitas Pengawet Antimikroba <61> (FI ed
IV, HAL 854-855)
b.
Uji Sterilitas <71> (FI ed. IV, HAL
855-863)
c.
Uji Endotoksin Bakteri <201> (FI ed. IV, HAL
905-907)
d.
Uji Pirogen <231> (FI ed. IV, HAL. 908-909)
e.
Uji Kandungan Zat Antimikroba <441> (FI ed. IV,
HAL. 939-942)
3.
Evaluasi Kimia
a.
Uji Identifikasi (Sesuai dengan monografi sediaan
masing-masing)
b.
Penetapan Kadar (Sesuai dengan monografi sediaan
masing-masing
Penandaaan
Pada etiket tertera nama sediaan, untuk sediaan cair tertera
persentase atau jumlah zat aktif dalam volume tertentu, cara pemberian, kondisi
penyimpanan dan tanggal kadaluarsa, nama pabrik pembuat dan atau
pengimpor serta nomor lot atau bets yang menunjukkan identitas. Nomor lot
dan nomor bets dapat memberikan informasi tentang riwayat pembuatan lengkap
meliputi seluruh proses pengolahan, sterilisasi, pengisian, pengemasan, dan
penandaan.
Bila dalam monografi tertera
berbagai kadar zat aktif dalam sediaan parenteral volume besar, maka
kadar masing-masing komponen disebut dengan nama umum misalnya injeksi
Dekstrosa 5% atau Injeksi Dekstrosa (5%).
Bila formula lengkap tidak tertera
dalam masing-masing monografi, Penandaan mencakup informasi berikut :
1.
Untuk sediaan cair, persentase isi atau jumlah tiap
komponen dalam volume tertentu, kecuali bahan yang ditambahkan untuk
penyesuaian pH atau untuk membuat larutan isotonik, dapat dinyatakan nama dan
efek bahan tersebut
2.
Sediaan kering atau sediaan yang memerlukan
pengenceran sebelum digunakan, jumlah tiap komponen, komposisi pengencer yang
dianjurkan, jumlah yang diperlukan untuk mendapat konsentrasi tertentu zat
aktif dan volume akhir larutan yang diperoleh , uraian singkat pemerian larutan
terkonstitusi, cara penyimpanan dan tanggal kadualarsa.
3.
Pemberian etiket pada wadah sedemikian rupa
sehingga sebagian wadah tidak tertutup oleh etiket, untuk mempermudah
pemeriksaan isi secara visual.
Pengemasan dan Penyimpanan
Volume injeksi wadah dosis tunggal dapat memberikan
jumlah tertentu untuk pemakaian parenteral sekali pakai dan tidak ada yang
memungkinkan pengambilan isi dan pemberian 1 liter. (FI Ed. IV, Hal 11)
Untuk penyimpanan obat harus
disimpan sehingga tercegah cemaran dan penguraian, terhindar pengaruh udara,
kelembaban, panas dan cahaya. Kondisi penyimpanan tergantung pada
sediaannya, misalnya kondisi harus disimpan terlindung cahaya, disimpan pada
suhu kamar, disimpan di tempat sejuk, disimpan di temapat dingin (FI Ed. III,
Hal XXXIV)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar